Waddedaily.com | Serang – Dinas Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga (Disparpora) Kabupaten Serang terus menggenjot perbaikan infrastruktur dan tata kelola di sejumlah kawasan wisata religi guna meningkatkan konektivitas dan kenyamanan pengunjung.
Fokus pembenahan ini diarahkan pada titik-titik strategis yang memiliki nilai historis dan spiritual tinggi, seperti di kawasan Maqom Sultan Ageng Tirtayasa, Desa Tirtayasa, Kecamatan Tirtayasa.
Kepala Disparpora Kabupaten Serang, Anas Dwi Satya Prasadya, menyampaikan bahwa konektivitas antar destinasi wisata religi membutuhkan dukungan infrastruktur memadai, mulai dari akses jalan, fasilitas transportasi, hingga sanitasi umum. Salah satu perhatian utama adalah pembenahan tata kelola serta identitas visual lokasi.
“Perlu ada penguatan tata kelola, terutama jika destinasi ini memang diperuntukkan bagi wisatawan peziarah. Kita perlu pengelolaan yang lebih tegas dan terstruktur,” ujarnya kepada wartawan.
Anas mengapresiasi inisiatif masyarakat yang telah melakukan perbaikan fasilitas secara swadaya, termasuk pembangunan toilet, kamar mandi, dan tempat wudu di kawasan makam. Menurutnya, perbaikan ini dilakukan tanpa dukungan dari APBD, namun mampu menciptakan kenyamanan bagi peziarah.
“Saya melihat langsung saat berkunjung, fasilitas sanitasi sudah jauh lebih baik. Ini murni swadaya masyarakat, bahkan didanai dari sumbangan sukarela peziarah,” jelasnya.
Anas juga menyebutkan adanya sumber dana dari aktivitas keagamaan yang dilakukan di kawasan tersebut, seperti jasa doa dan kotak amal, meski tidak diberlakukan tarif tetap.
Selain infrastruktur dasar, Disparpora menyoroti pentingnya elemen estetika seperti logo dan tanda nama lokasi. Menurut Anas, keberadaan papan nama yang menarik dapat menjadi magnet visual bagi pengunjung yang melintas.
“Tanda nama atau logo lokasi yang representatif bisa menjadi daya tarik tambahan. Jika dibiarkan seadanya, kesan profesionalitas dan daya pikat lokasi menjadi berkurang,” paparnya.
Sebagai bentuk tindak lanjut, Disparpora telah mendorong kecamatan dan desa untuk segera mengajukan proposal pemeliharaan dan pengembangan infrastruktur ke instansi terkait. Hal ini mencerminkan komitmen pemerintah daerah dalam mengangkat potensi wisata religi sebagai sektor unggulan.
Tak hanya Tirtayasa, kawasan wisata religi di Gunung Santri, Bojonegara juga menjadi sorotan. Anas menyebut potensi destinasi tersebut luar biasa, namun masih terkendala persoalan tata kelola.
“Gunung Santri itu sudah bagus dari sisi pengunjung, namun tata kelolanya masih dikelola perorangan, sistem kavling. Harusnya satu pintu agar lebih tertib dan terukur,” tegasnya.
Dengan jumlah kunjungan harian yang mencapai 400 hingga 1.000 orang pada hari-hari tertentu, kawasan ini dinilai sangat potensial menyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD). Namun, tanpa tata kelola yang solid, potensi tersebut belum bisa dimaksimalkan.
“Kita sudah bicara dengan kepala desa. Tinggal kemauan bersama untuk integrasi. Jika dikelola dengan satu manajemen, intensitas kunjungan bisa dioptimalkan dan manfaatnya bisa dirasakan lebih luas,” tutup Anas. (Adv)