Sabtu, 13 September 2025 | 10:11:01
Waddedaily.com
Advertisement
ADVERTISEMENT
  • Home
  • Nasional
  • Politik
  • Daerah
    • Serang
    • Cilegon
    • Lebak
    • Pandeglang
    • Tangerang Raya
  • Pariwisata
  • Sosial Budaya
  • Ekonomi
  • Lifestyle
  • Olahraga
  • Kuliner
No Result
View All Result
  • Home
  • Nasional
  • Politik
  • Daerah
    • Serang
    • Cilegon
    • Lebak
    • Pandeglang
    • Tangerang Raya
  • Pariwisata
  • Sosial Budaya
  • Ekonomi
  • Lifestyle
  • Olahraga
  • Kuliner
No Result
View All Result
Waddedaily.com
No Result
View All Result

KH. Hasyim & Gus Dur: Kisah Estafet Kebangsaan di Bulan September

September antara Pendiri NU dengan Sang Cucu (Refleksi Kebangsaan atas Spirit Perjuangan KH. Hasyim Asy’ari & Gus Dur)

admin by admin
11 September 2025
in Nasional, Politik, Reportase, Serang
Bung Karno, Prabowo, dan September

Muhamad Roby: Ketua Tanfidziyah PCNU Kab. Serang, adalah calon sejarawan lepas yang gemar merangkai sejarah dengan bahasa sastra. Ia menelusuri arsip dan kisah rakyat untuk menjadikan sejarah cermin bagi masa kini.

Bagikan ke :

B ulan September sering kita kenal sebagai penanda pergantian musim—antara hujan yang mulai merintik dan panas yang perlahan menepi. Namun, di balik kalender biasa, September juga menyimpan jejak sejarah yang sakral dalam denyut perjalanan bangsa.

Dua tokoh bangsa yang sama-sama dianugerahi gelar Pahlawan Nasional, KH. Hasyim Asy’ari dan cucunya KH. Abdurrahman Wahid, dipertautkan dengan bulan ini: sang kakek wafat pada 7 September 1947, sedangkan sang cucu lahir pada 7 September 1940.

Baca Juga

Bung Karno, Prabowo, dan September

Warga Perumahan di Kabupaten Serang Berangsur Dapat Bantuan Infrastruktur

Buruh PT Lung Cheong Brother Desak Hak Upah, Akhirnya Manajemen Sepakat Bayar Gaji Tertunda

Mereka berdua bukan hanya tokoh besar Nahdlatul Ulama, tetapi juga pilar bangsa. Dan uniknya, sejarah Indonesia mencatatkan sesuatu yang sangat langka: tiga generasi berturut-turut dari satu garis keluarga diakui sebagai Pahlawan Nasional—Hadratussyekh KH. Hasyim Asy’ari, putranya KH. Wahid Hasyim, dan cucunya KH. Abdurrahman Wahid. Hampir mustahil menemukan preseden serupa dalam sejarah bangsa lain.

Sebuah ironi sekaligus isyarat ilahiah: satu generasi berpulang, generasi berikutnya hadir. Satu menutup bab perjuangan, yang lain membuka bab baru peradaban. Seakan waktu sendiri menjadi saksi estafet kepemimpinan ulama, bahwa api kebangsaan tak boleh padam walau jasad berganti.
—
KH. Hasyim Asy’ari: Ulama, Pesantren, dan Api Perlawanan

KH. Hasyim Asy’ari dikenang dengan tinta emas sejarah. Beliau peletak dasar kemerdekaan Indonesia, dengan mencerdaskan dan mempersatukan kaum bersarung melalui pesantren, lalu mengobarkan Resolusi Jihad demi mengusir kolonialisme Belanda dan Jepang. Pesantren Tebuireng yang beliau dirikan menjadi kawah candradimuka lahirnya santri-santri tangguh, bukan hanya menguasai kitab, tapi juga siap menjadi benteng bangsa.

Dengan visi yang jauh melampaui zamannya, KH. Hasyim mempersatukan umat dalam wadah Nahdlatul Ulama. Dari NU lahir solidaritas kebangsaan, dari surau dan pesantren lahir semangat jihad fi sabilillah yang menolak tunduk pada tirani kolonial.

Pada masa pendudukan Jepang, beliau dipenjara karena menolak ritual Seikerei—membungkuk hormat ke arah Kaisar Jepang. Bahkan ketika Jepang menawarkan pembebasan dengan syarat ia bersedia diangkat sebagai Shumubuchō (Kepala Jawatan Agama, sebelumnya dijabat Kolonel Horie), KH. Hasyim menolaknya. Bagi beliau, tunduk pada penjajah dan menukar harga diri ulama dengan jabatan adalah bentuk kehinaan.

Di balik jeruji besi itulah, KH. Hasyim menjadikan penjara sebagai madrasah batin. Setiap hari beliau khatam Al-Qur’an dan mengaji Shahih Bukhari, menjadikan lantunan ayat dan hadis sebagai wirid sekaligus senjata melawan keputusasaan. Doa-doa yang dipanjatkan dari balik sel yang pengap justru membangkitkan semangat para santri dan umat di luar penjara, bahwa perjuangan tidak pernah mati meski tubuh sang kiai terbelenggu.

Puncaknya, lahirlah Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945 yang menyulut api perlawanan di Surabaya. Dari doa dan seruan beliau, darah para santri tumpah menjadi harga mahal bagi kemerdekaan Indonesia. Hingga akhirnya, di tengah agresi militer Belanda, beliau berpulang pada 7 September 1947—sebuah penegasan bahwa ulama berjuang hingga detik terakhir, menyerahkan hidup dan mati untuk agama dan bangsa.

—
Gus Dur: Humor yang Menjadi Revolusi

Tepat tujuh tahun sebelum kakeknya berpulang, Gus Dur lahir ke dunia—7 September 1940. Ia tumbuh dengan kitab pesantren, buku filsafat, wacana demokrasi, bahkan literatur Barat yang memperluas cakrawalanya. Bila KH. Hasyim membakar semangat jihad melawan penjajah asing, Gus Dur menyalakan kesadaran bangsa melawan rezim otoriter dalam negeri.

Greg Barton dalam biografinya menyebut Gus Dur sebagai “the great reconciler”—sang pendamai besar. Ia mampu menjembatani antara Islam tradisional dengan nasionalisme Indonesia, antara pesantren dengan demokrasi. Dengan NU, ia mengajarkan bahwa Islam tidak berseberangan dengan negara, melainkan pilar yang menguatkan bangsa.

Melalui NU dan forum-forum demokrasi, Gus Dur menjadi motor reformasi. Ia membela kebebasan pers, membongkar diskriminasi terhadap etnis Tionghoa, dan menegakkan hak-hak minoritas. Ia berani mengkritik Orde Baru ketika banyak tokoh memilih diam. Baginya, kekuasaan bukan untuk ditakuti, melainkan untuk diawasi. “Tuhan tidak perlu dibela. Yang perlu dibela adalah manusia yang dizalimi,” tegas Gus Dur—sebuah kalimat yang menggetarkan sekaligus menegaskan arah perjuangannya.

Namun, ironi sejarah menimpa. Reformasi yang ia buka justru menggulung dirinya sendiri. Gus Dur dijatuhkan dari kursi presiden pada 2001, meski sejarah mencatatnya sebagai presiden yang memberi napas baru bagi demokrasi. Filosofi hidupnya yang sederhana terus menggema: “Tidak penting apa agamamu dan sukumu. Kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak pernah tanya apa agamamu.”

—

Ironi Politik: Dari Paman ke Ponakan

Setelah lengser, Gus Dur tetap menjadi guru bangsa. Namun, politik kerap penuh paradoks. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang ia dirikan akhirnya diambil alih oleh ponakannya sendiri, Muhaimin Iskandar. Bagi banyak orang, itu mungkin terlihat sebagai pengkhianatan. Tetapi bagi Gus Dur, hal itu justru bisa dibaca sebagai bukti hebatnya didikan seorang paman pada keponakan: kader yang lahir dari rahimnya mampu berdiri tegak, bahkan menaklukkannya.

Kekalahan itu bukan kehinaan, melainkan warisan. Gus Dur mengajarkan bahwa kepemimpinan sejati adalah melahirkan generasi yang berani tampil, bahkan jika itu berarti menggeser posisi sang guru. “Gitu aja kok repot,” ucapnya dengan khas—humor yang ringan tapi dalam, mengajarkan agar bangsa ini tak kehilangan nalar sehat dalam menghadapi konflik politik.

—

Penutup: Wasiat September

Dari KH. Hasyim Asy’ari kita belajar tentang keberanian melawan penjajahan. Dari Gus Dur kita belajar tentang kebijaksanaan merangkul kemanusiaan. Keduanya sama-sama lahir dan berpulang dalam bulan yang sama—September—seakan Allah memberi tanda bahwa perjuangan itu estafet, tak selesai di satu generasi.

Bangsa ini lahir dari darah para santri dan doa para kiai. Ia dibesarkan oleh humor getir Gus Dur yang menertawakan keangkuhan penguasa. Bila kita ingin Indonesia tetap utuh, spirit keduanya harus terus dihidupkan: keberanian melawan tirani dalam wujud apa pun, dan kemanusiaan yang merangkul semua dalam bingkai persaudaraan.

September pun menjadi penanda, bahwa sejarah bukan sekadar deret tanggal, melainkan wasiat kebangsaan yang harus kita jaga bersama.

Penulis: Muhamad Roby Ketua Tanfidziyah PCNU Kab. Serang adalah calon sejarawan lepas yang gemar merangkai sejarah dengan bahasa sastra. Ia menelusuri arsip dan kisah rakyat untuk menjadikan sejarah cermin bagi masa kini.

Advertisement

Post Terkait

Bung Karno, Prabowo, dan September
Nasional

Bung Karno, Prabowo, dan September

9 September 2025
Warga Perumahan di Kabupaten Serang Berangsur Dapat Bantuan Infrastruktur
Serang

Warga Perumahan di Kabupaten Serang Berangsur Dapat Bantuan Infrastruktur

9 September 2025
Buruh PT Lung Cheong Brother Desak Hak Upah, Akhirnya Manajemen Sepakat Bayar Gaji Tertunda
Serang

Buruh PT Lung Cheong Brother Desak Hak Upah, Akhirnya Manajemen Sepakat Bayar Gaji Tertunda

8 September 2025
Pemkab Serang Wujudkan Hunian Layak, Sejahterakan Warga Lewat Program RTLH
Serang

Pemkab Serang Wujudkan Hunian Layak, Sejahterakan Warga Lewat Program RTLH

8 September 2025
Kasus Pengeroyokan di PT. Genesis: Polisi Tetapkan 7 Tersangka, Termasuk Anggota Brimob
Serang

Kasus Pengeroyokan di PT. Genesis: Polisi Tetapkan 7 Tersangka, Termasuk Anggota Brimob

25 Agustus 2025
Kepala BGN Resmikan 17 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi di Serang, Dorong Ekonomi Lokal dan Ketahanan Pangan
Nasional

Kepala BGN Resmikan 17 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi di Serang, Dorong Ekonomi Lokal dan Ketahanan Pangan

23 Agustus 2025
Leave Comment

Berita Populer

  • Antara Tradisi dan Modernitas: Ceramah KH. Syaiful Karim dalam Perspektif Tasawuf

    Antara Tradisi dan Modernitas: Ceramah KH. Syaiful Karim dalam Perspektif Tasawuf

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Potret Seorang Menteri dan Peci yang Tak Pernah Tertinggal

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ratu Rachmatu Zakiah: Keturunan Ulama Besar, Siap Pimpin Kabupaten Serang

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perusahaan vs Ormas dan LSM, Guncang Stabilitas Perekonomian di Kawasan Industri Serang Timur

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • SK Khaeroni Sebagai Ketua DKM Ats Tsauroh Tuai Protes Peserta Seleksi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • About
  • Advertise
  • Privacy & Policy
  • Contact

Follow Akun Sosial Media Kami

Informasi

  • Redaksi
  • Tentang Kami
  • Pedoman Media Siber

© 2024 WaddeDaily - All Rights Reserved.

No Result
View All Result
  • Home
  • Nasional
  • Politik
  • Daerah
    • Serang
    • Cilegon
    • Lebak
    • Pandeglang
    • Tangerang Raya
  • Pariwisata
  • Sosial Budaya
  • Ekonomi
  • Lifestyle
  • Olahraga
  • Kuliner

© 2024 WaddeDaily - All Rights Reserved.