Waddedaily.com – Detik-detik menjelang berakhirnya masa kampanye Pemilu 2024, menghadirkan pemandangan menarik di berbagai gang-gang kecil di pinggiran Ibukota Provinsi Banten. Salah satunya seperti di gang yang ada sekitar lingkungan Kamalaka, Taktakan, Kota Serang.
Gang-gang sempit yang sehari-hari selalu terlihat sepi, mendadak ramai dipadati oleh sejumlah kendaraan berbagai jenis dan tipe. Belakang diketahui kendaraan-kendaraan yang terparkir di bahu jalan tersebut ternyata milik para calon wakil rakyat yang tengah berlomba-lomba mengemis suara rakyat.
Dengan langkah gontai namun penuh semangat, para calon politisi melangkah dari satu pintu ke pintu lainnya, membawa senyum tipis di wajah mereka sambil mengulurkan tangan meminta dukungan.
Mereka menawarkan berbagai janji manis, membawa brosur, dan cetakan kalender berwarna-warni yang berisikan visi dan misi mereka, dan bahkan ada yang menawarkan hadiah kecil sebagai bentuk imbalan atas dukungan yang akan diberikan.
Namun, di balik gemerlapnya janji-janji politik, terdapat cerita-cerita yang terabaikan. Di salah satu gang sempit yang tersembunyi di antara bangunan kumuh, seorang ibu rumah tangga bernama Maya justru memilih menutup rapat pintu rumahnya.
Ibu dua anak tersebut menolak untuk membuka pintu rumahnya ketika ada calon politisi yang mengetuk dengan alasan yang cukup mencengangkan. “Sudah cukup sekali ini aja,” gumamnya pelan, menyiratkan kejenuhan atas segala janji yang seakan hanya jadi omong kosong setelah pemilihan usai.
Sementara itu, di gang lain yang lebih terang benderang, seorang pemuda bernama Andri dengan riangnya menerima selembar brosur dari seorang calon wakil rakyat muda. Namun, begitu calon itu pergi, ia hanya menggelengkan kepala dengan sedikit menggerutu. “Mereka datang saat pemilihan, setelah itu hilang entah kemana. Sudah biasa”. Ucap Andri.
Meskipun ada yang apatis terhadap isi politik dan lebih memilih menutup rapat-rapat rumah mereka, ada juga yang menyambut kedatangan para calon wakil rakyat dengan harapan akan mendapatkan imbalan bekal jajan untuk anak-anak mereka. Namun, mayoritas dari mereka tetap mempertahankan sikap skeptis dan tidak menunjukkan janji akan memilih salah satu calon.
Fenomena ini mencerminkan ketidakpercayaan yang meluas terhadap politik sebagai institusi, di mana banyak warga merasa bahwa janji-janji politik seringkali hanya menjadi retorika kosong tanpa tindakan nyata yang mengikutinya. Sikap apatis ini mungkin juga dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu di mana para calon politisi hanya muncul saat pemilihan dan kemudian menghilang tanpa jejak setelahnya.